Bisnis Buku Bekas Meraup Ilmu Sekaligus Untung
NERACA - Jangan dikira buku bekas tak mendatangkan laba. Pasalnya, peran buku sebagai sumber ilmu tak lekang oleh usia. Terlebih, bila buku tersebut tergolong langka, keuntungan yang diperoleh dapat berkah lipat. Tersebutlah seorang Samsud-din Effendi Siregar, seseorang yang namanya cukup terkenal di kalangan kolektor buku, baik lokal maupun mancanegara. Awalnya, pria yang memiliki kios di Taman Mini Indonesia Indah ini menjadi pedagang kaki lima di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Setelah berpindah-pindah lokasi, ketika mengikuti pameran buku bekas di Taman Mini Indonesia Indah, ia mendapatkan kios secara gratis.
Awalnya, Samsuddin mendapat pesanan buku tentang Kusia dari sebuah instansi pemerintahan. Permintaan tersebut dipenuhinya sehari setelah mendapat order. Tak tanggung-tanggung, buku yang didapat-kannya berjumlah puluhan. "Kalau ditaksir waktu itu, harganya sekitar limaratus ribu rupiah. Tapi, untuk negara saya berikan gratis," kenangnya.
Beberapa hari Kemudian ia diminta datang ke kediaman resmi salah seorang pejabat negara yang lalu menanyakan apa yang ia inginkan. "Saya hanya bilang ingin punya kios buku di Taman Mini dan itu akhirnya dikabulkan," ujarnya. Akhirnya impiannya memiliki kios buku terwujud pada 1987.
Hingga kini Samsuddin telah memiliki lima kios di TMII, di atas lahan seluas 500 meter persegi. Kiosnya menampung sekitar 20 ribu buah buku yang terdiri atas 6.000 judul. Ia menyebut tokonya sebagai Pasar Buku Langka Taman Mini Indonesia Indah agar orang mudah mencarinya.
Bisnis buku langka juga ditekuni oleh Daud yang membuka kios di Depok; Percetakan Negara, Jakarta Pusat; dan Pasar Festival, Kuningan, Jakarta Selatan. Awalnya ia melihat peluang karena pebisnis buku bekas atau langka tidak banyak. Pada umumnya PKL hanya menjual buku-buku yang laku di pasaran karena pertimbangan ekonomis.
Hingga kini, ia memiliki sekitar 40 ribu buku dengan berbagai judul. Mulai dari komik Jepang seperti Doraemon hingga buku tentang hukum berbahasa Latin keluaran tahun 1650. Daud juga mengaku memiliki buku berbahasa Belanda tentang sejarah Indonesia yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. "Harga buku tergantung dari isi dan jenis bukunya. Selain itu tingkat kelangkaan buku dan kesulitan mencarinya juga menjadi pertimbangan."
Selain buku, Daud juga mengumpulkan manuskrip, koran kuno, hingga laser disc beberapa konser klasik musisi ternama. Barang-barang itu umumnya ia peroleh dari membeli dan barter dengan rekan-rekan sehobi. "Saya selalu berkeliling Indonesia untuk mencari buku," katanya. Tanpa Modal, Omzet Tak Tentu
Berbicara soal modal, Daud mengaku kesulitan untuk menyebutkannya. Pasalnya, buku yang pertamakali dijualnya adalah bukunya sendiri ketika duduk di bangku SMP. Keuntungan yang diperolehnya kemudian ia putar kembali untuk modal usahanya.
Hal serupa juga diakui Samsuddin yang mengaku tidak bermodal uang ketika memulai bisnisnya. Sama seperti Daud, beberapa koleksi pribadinyalah yang menjadi modal awal berdagang buku bekas. Meskipun dapat meraup sampai puluhan juta, omzet perdagangan buku bekas ternyata sulit untuk dihitung. Pendapatan dapat dibilang tak menentu. Dalam sehari bisa saja Samsuddin maupun Daud hanya memperoleh pemasukan RpiOO ribu, tetapi di lain hari ada kalanya mereka bisa mengantongi puluhan juta rupiah. Namun demikian, dari usahanya ini Samsuddin mampu menyekolahkan kelima anaknya hingga perguruan tinggi dan membeli rumah.
Pembeli Lokal hingga Mancanegara Di bisnis buku bekas atau langka tidak semua konsumennya kalangan berkantong tipis. Beberapa malah dari kalangan pengusaha, pejabat tinggi negara, kolektor, ilmuwan, hingga artis menjadi pelanggan. Namun, biasanya mereka tidak ingin menyebutkan idetitasnya. Oleh sebab itu, banyak pemesanan yang dilakukan lewat SMS.
Untuk promosi. Daud biasanya mempelajari isi buku tersebut lalu menjelaskannya kepada calon konsumen. "Jadi, Saya ini seperti konsultan saja," paparnya. Terlebih, jika mereka berminat, harga tidak terlalu menjadi masalah.
Meskipun ingin meraup keuntungan, ternyata Daud juga memiliki sisi mulia demi mendukung pendidikan. Salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan foto kopi bila ada pelajar yang berminat mempelajari buku yang dijualnya.
Meskipun ingin meraup keuntungan, ternyata Daud juga memiliki sisi mulia demi mendukung pendidikan. Salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan foto kopi bila ada pelajar yang berminat mempelajari buku yang dijualnya.
Kendati demikian, tidak ada bisnis yang tak berkendala. Selama menjalankan bisnisnya, Daud sering kehilangan buku yang dijualnya. "Pernah buku saya hilang dicuri, tapi ketika saya cari ternyata buku itu sedang dibaca. Akhirnya saya biarkan saja," kenangnya.
Menurut Samsudin yang memiliki pelanggan sampai ke mancanegara, buku yang banyak diminati pada umumnya berkisar seputar sejarah, budaya Indonesia, atau bidang sosial lainnya. Harga jualnya mulai Rp2.000 hingga Rp 100 juta per buku. Sebagian dari buku-buku tersebut ia dapatkan dengan cara membeli dari tukang loak. "Sayang, yang banyak suka buku adalah orang asing. Jadi, banyak informasi tentang Indonesia yang dimiliki mereka," tuturnya.(tia/dbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar