Nama : Tri Astuti
Kelas : 2eb17
NPM : 29210341
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/
Buku Keempat
Bab I
Pembuktian pada
umumnya
1865. Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu
peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang
lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
(KUHPerd. 166, 250, 1439; Rv. 50, 78, 172, 193, 230 dst.; IR. 163; RBg. 283.)
1866. Alat pembuktian meliputi: bukti tertulis; (KUHPerd. 1867 dst.) bukti
saksi; (KUHPerd. 1895 dst.) persangkaan; (KUHPerd. 1915 dst.) pengakuan;
(KUHPerd. 1923 dst.) sumpah. (KUHPerd. 1929 dst.) Semuanya tunduk pada
aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut. (Ov. 81; Rv. 211 dst., 216
dst.; IR. 164; RBg. 284.)
Bab II
Pembuktian dengan
tulisan
1867. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau
dengan tulisan di bawah tangan. (KUHPerd. 1868 dst., 1874, 1902.)
1868. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk
itu di tempat akta itu dibuat. (AB. 18 dst.; KUHPerd. 265, 356, 938, 953,
1186-2?, 1875, 1889; Rv. 1; IR. 165; RBg. 285; Not. 1, 9, 20 dst.; Cons. 12
dst., 17 dst.)
1869. Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik
karena tidak berwenangnya atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan
maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di
bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. (KUHPerd. 1874.)
1870. Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya
ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik
memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.
(KUHPerd. 1875; BS. 25; Rv. 54, 440; Sv. 380; IR. 165, 304; RBg. 285.)
1871. Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna
tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila
yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta. Jika apa
yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat
digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan. (KUHPerd. 1875, 1902;
IR. 165; RBg. 285.)
1872. Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka
pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara
Perdata. (KUHPerd. 148 dst., 165 dst.)
1873. Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang
bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang
turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari
mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 148, 1315,
1340.)
1874. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang
ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan
tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
(KUHPerd. 1875, 1878, 1880 dst., 1902; S. 1867-29.) (s.d.t. dg. S. 1916-42, 43;
s.d.u. dg. S. 1919-609, 775.) Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah
tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang
bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk
undang-undang, yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol tersebut dikenalnya
atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada
orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan
tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan. Pegawai ini harus membukukan
tulisan tersebut. Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih
lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud. (S. 1916-46; RBg. 286.)
1874a. (s.d.t. dg. S. 1916-42 jo. 43.) Jika pihak yang berkepentingan
menghendaki, di luar hal termaksud dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada
tulisan-tulisan di bawah tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu
pernyataan dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk
undang-undang, yang menyatakan bahwa si penandatangan tersebut dikenalnya atau
telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si
penandatangan, dan, bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan
pejabat tersebut. (S. 1916-46.) Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga
dan keempat dari pasal yang lalu. (RBg. 287; S. 1867-29 jo. S. 1916-14, pasal
1a.)
1875. Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang
yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya,
menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang yang
menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari
mereka; ketentuan pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu. (KUHPerd. 933, 955,
1870, 1880; KUHD 512, 556; Rv. 54; Sv. 380 dst.; IR. 304 dst.; RBg. 288; S.
1867-29 jo. S. 1916-44 pasal 1b.)
1876. Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang
yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda
tangannya secara tegas; tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat
hak daripadanya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui
tulisan atau tanda-tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang
mereka wakili. (Rv. 77 dst., 148 dst., 153; RBg. 289; S. 1867-29 pasal 2.)
1877. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, ataupun jika
para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari padanya tidak mengakuinya,
maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan
tersebut diperiksa di muka pengadilan. (Rv. 148 dst.; RBg. 290; S. 1867-29
pasal 3.)
1878. Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang
tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu,
harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penandatangan sendiri;
setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si
penandatangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau
banyaknya barang yang terutang. Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila
perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai
suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. (s.d.u. dg. S. 1916-42, 43; S.
1938-276.) Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat
andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang
dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di
bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874
alinea kedua dan pasal 1874a. (KUHPerd. 1902; KUHD 100 dst., 174 dst., 178
dst.; RBg. 291; S. 1867-29 pasal 4.)
1879. Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang
dinyatakan dalam tanda setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk
jumlah yang paling kecil, walaupun akta beserta tanda setuju itu ditulis
sendiri dengan tangan orang yang mengikatkan diri, kecuali, bila dapat
dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan. (KUHPerd.
1349; RBg. 292; S. 1867-29, pasal 5.)
1880. (s.d.u. dg. S. 1916-42, 43.) Akta di bawah tangan, sejauh tidak
dibubuhi pernyataan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan
dalam pasal 1874a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga, kecuali
sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pejabat lain
yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang;
atau sejak hari meninggalnya si penandatangan atau salah seorang penandatangan;
atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta
yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan
itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapi dengan akta itu. (KUHPerd.
1868, 1875; KUHD 99, 133; RBg. 293; S. 1867-29 jo. 1916-44 pasal 6; S.
1916-46.)
1881. Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti
untuk keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap
pembuatnya: 1?. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran
yang telah diterima; 2?. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa
catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu
alas-hak untuk kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan. Dalam segala
hal lainnya, hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
(KUHPerd. 265, 1874, 1882, 1902, 1922; RBg. 294.)
1882. Dihapus dg. S. 1827-146.
1883. Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan
pada suatu tanda alas-hak harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak
ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan
suatu pembebasan terhadap debitur. Demikian pula catatan-catatan yang oleh
seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda alas-hak atau suatu tanda
pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur.
(KUHPerd. 1916; RBg. 297.)
1884. Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas-hak dapat mengajukan
permintaan agar tanda alas-hak itu diperbaharui bila karena lamanya atau suatu
alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca lagi. (RBg. 298.)
1885. Jika suatu tanda alas-hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang,
maka masing-masing berhak menuntut supaya tanda alas-hak itu disimpan di suatu
tempat netral, dan berhak menyuruh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas
biayanya. (KUHPerd. 1081, 1736 dst., 1888; KUHD 35, 67; RBg. 299.)
1886. Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada
hakim, supaya pihak lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan
kedua belah pihak, yang menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada
di tangan pihak lawan. (KUHD 12, 67; Rv. 124 dst., 848 dst.; RBg. 300.)
1887. Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika
digunakan di antara orang-orang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan
penyerahan atau penerimaan barang dalam jual-beli secara kecil-kecilan, harus
dipercaya. (KUHPerd. 1874.)
1888. Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya.
Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya
sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat
diperintahkan untuk ditunjukkan. (KUHPerd. 1885, 1889, 1891; BS. 25; KUHD 24
dst.; Rv. 159; KUHP 263; RBg. 301.)
1889. Bila tanda alas-hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinannya
memberikan bukti, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1?. salinan
pertama (grosse) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula
halnya salinan yang dibuat atas perintah hakim di hadapan kedua belah pihak
atau setelah kedua pihak ini dipanggil secara sah, sebagaimana juga salinan
yang dibuat di hadapan kedua belah pihak dengan persetujuan mereka; 2?. salinan
yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan hakim atau
tanpa persetujuan kedua belah pihak, entah oleh notaris yang di hadapannya akta
itu dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena
jabatannya menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan
salinan-salinan, dapat diterima hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli
telah hilang; 3?. bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat
oleh notaris yang di hadapannya akta itu telah dibuat, atau oleh seorang
penggantinya, atau oleh pegawai umum yang karena jabatannya menyimpan akta
asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai sebagai bukti, melainkan
hanya sebagai bukti permulaan tertulis; 4?. salinan otentik dari salinan
otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat memberikan suatu
bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 1871, 1888, 1902; Rv. 159, 440, 856; RBg.
302.)
1890. Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya-dapat memberikan bukti
permulaan tertulis. (KUHPerd. 264 dst., 616, 696, 713, 720, 737, 760, 818, 1179
dst., 1902; KUHD 23, 38; RBg. 303.)
1891. Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan
tanda alas-hak yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas-hak tersebut.
(KUHPerd. 1888; Rv. 124; RBg. 304.)
1892. Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang
terhadapnya dapat diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan
berdasarkan undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat
isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat dituntut
pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang sedianya dapat
menjadi dasar tuntutan tersebut. Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan,
maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela, setelah saat
perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah. Pembenaran,
penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk dan
pada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan
upaya pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat
diajukan terhadap akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak
ketiga. (KUHPerd. 117, 1327, 1385, 1456, 1807, 1860; RBg. 305.)
1893. Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan cacat-cacat bentuk
penghibahan itu dengan membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar
sah, harus diulangi dalam bentuk yang ditentukan undang-undang. (KUHPerd. 176
dst., 1682, 1892.)
1894. Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara suka rela suatu
penghibahan oleh ahli waris atau oleh mereka yang mendapat hak dari pemberi
hibah setelah pemberi hibah ini meninggal, menghapuskan hak mereka untuk
mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk penghibahan itu. (KUHPerd.
1860, 1892 dst.)
Bab III
Pembuktian dengan
saksi-saksi
1895. Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang
tidak dikecualikan oleh undang-undang. (KUHPerd. 1902, 1905 dst., 1927; F. 65;
Rv. 171 dst.; 953.)
1896-1901. Dihapus. (1896, 1899, 1900, 1901 dihapus dg. S. 1925-525; 1897,
1898, dihapus dg. S. 1938-276.)
1902. (s.d.u. dg. S. 1925-525; S. 1938-276.) Dalam hal undang-undang
memerintahkan pembuktian dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi,
bila ada suatu bukti permulaan tertulis, kecuali jika tiap pembuktian tidak
diperkenankan selain dengan tulisan. Yang dinamakan permulaan tertulis ialah
segala akta tertulis yang berasal dari orang yang terhadapnya suatu tuntutan
diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya membenarkan adanya
peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar tuntutan itu.
(KUHPerd. 264 dst, 288, 1700, 1871, 1874 dst., 1878, 1889-4?, 1890; KUHD. 258.)
1903. Dihapus dg. S. 1938-276.
1904. (s.d.u. dg. S. 1925-525.) Dalam pembuktian dengan saksi-saksi, harus
diindahkan ketentuan-ketentuan berikut. (Rv. 171 dst., 953.)
1905. Keterangan seorang saksi saja, tanpa alat pembuktian lain, dalam
pengadilan tidak boleh dipercaya. (KUHPerd. 1908; Rv. 183, 189, 204; Sv. 376;
IR. 169, 300; RBg. 306.)
1906. Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa
terlepas satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri, namun menguatkan
suatu peristiwa tertentu karena mempunyai kesesuaian dan hubungan satu sama
lain, maka hakim, menurut keadaan, bebas untuk memberikan kekuatan pembuktian
kepada kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu. (KUHPerd. 1905, 1908; Sv.
376; IR. 170, 300; RBg. 307.)
1907. Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi
mengetahui kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan
memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian. (Sv. 377; IR. 171, 301; RBg. 308.)
1908. Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, hakim harus memberikan
perhatian khusus: pada kesesuaian kesaksian-kesaksian satu sama lain; pada
persamaan antara kesaksian-kesaksian dan apa yang diketahui dari sumber lain
tentang pokok perkara; pada alasan-alasan yang kiranya telah mendorong para
saksi untuk menerangkan duduknya perkara secara begini atau secara begitu; pada
perikehidupan, kesusilaan dan kedudukan para saksi; dan umumnya, pada apa saja
yang mungkin ada pengaruhnya terhadap dapat tidaknya para saksi itu dipercaya.
(KUHPerd. 1906; Sv. 378; IR. 172, 302; RBg. 309.)
1909. Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian
di muka hakim. (Sv. 375; IR. 299; RBg. 665; KUHP 224, 522.) Namun dapatlah
meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian: 1?. siapa saja yang
mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat kedua atau
keluarga semenda dengan salah satu pihak; (KUHPerd. 297, 1910.) 2?. siapa saja
yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis
ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu pihak;
(KUHPerd. 1910.) 3?. siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau
jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya
mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan
jabatannya itu. (S. 1876-257 pasal 11 jis. S. 1913-604, dan Inv. SW. pasal
6-46?; S. 1854-18; KUHP 322, 431, 433; Sv. 51, 145 dst., 148, 375, 414; IR.
146, 274, 277, 380; RBg. 174, 577, 579; Octr. 18.)
1910. Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu pihak dalam garis
lurus, dianggap tidak cakap untuk menjadi saksi; begitu pula suami atau
istrinya, sekalipun setelah perceraian. (KUHPerd. 1909, 1913 dst., BS. 13; F.
65; Sv. 145 dst., 149, 375; IR. 145, 274 dst.; RBg. 172 dst., 577 dst.; Not.
21.) (s.d.t. dg. S. 1925-525; s.d.u.t. dg. S. 1938-622.) Namun demikian anggota
keluarga sedarah dan semenda cakap untuk menjadi saksi: 1?. dalam perkara
mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak; 2?. dalam perkara mengenai
nafkah yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya pemeliharaan dan
pendidikan seorang anak belum dewasa; 3?. dalam suatu pemeriksaan mengenai
alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan
orang tua atau perwalian; 4?. dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja.
Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam pasal 1909 nomor 1? dan
2?, tidak berhak untuk minta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian.
1911. Tiap saksi wajib bersumpah menurut agamanya, atau berjanji akan
menerangkan apa yang sebenarnya. (ISR. 173; Rv. 177, 204; Sv. 139; IR. 147,
265, 299.)
1912. Orang yang belum genap lima belas tahun, orang yang berada di bawah
pengampuan karena dungu, sakit ingatan atau mata gelap, atau orang yang atas
perintah hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa
pengadilan tidak dapat diterima sebagai saksi. Hakim boleh mendengar anak yang
belum dewasa atau orang yang berada di bawah pengampuan yang kadang-kadang
dapat berpikir sehat itu tanpa suatu penyumpahan, tetapi keterangan mereka
hanya dapat dianggap sebagai penjelasan. Juga hakim tidak boleh mempercayai apa
yang menurut orang tak cakap itu telah didengarnya, dilihatnya, dihadirinya dan
dialaminya, biarpun itu semua disertai keterangan tentang bagaimana ia
mengetahuinya; hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan
petunjuk-petunjuk ke arah peristiwa-peristiwa yang dapat dibuktikan lebih
lanjut dengan upaya pembuktian biasa. (Sv. 149, 375; IR. 145, 278, 299; RBg.
172 dst., 580, 665.)
1913. Dihapus dengan S. 1925-525.
1914. Dihapus dengan S. 1926-570.
Bab IV
Persangkaan
1915. Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim
ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang
tidak diketahui umum. Ada dua macam persangkaan, yaitu: persangkaan yang
berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.
(KUHPerd. 1916 dst., 1922 dst.)
1916. Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang
dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan
ketentuan khusus undang-undang. Persangkaan semacam itu antara lain adalah:
(KUHD 75, 539.) 1?. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena
perbuatan itu, semata-mata berdasarkan sifat dan wujudnya, dianggap telah
dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan undang-undang; (KUHPerd. 183 dst.;
911, 1681.) 2?. pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik
atau pembebasan utang dari keadaan tertentu; (KUHPerd. 159, 165, 633, 658 dst.,
662, 664, 831, 1394, 1439, 1769.) 3?. kekuatan yang diberikan oleh
undang-undang kepada suatu putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang
pasti; (KUHPerd. 1917 dst.) 4?. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang
kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak. (KUHPerd. 1569, 1602,
1700, 1923 dst., 1929 dst.; Rv. 825.)
1917. Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang pasti, hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan. Untuk dapat
menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus
didasarkan pada alasan yang sama, dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan
terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula. (KUHPerd. 1340,
1409, 1858, 1862; Rv. 83, 385, 428, 436.)
1918. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Suatu putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang karena
suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima
sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat
dibuktikan sebaliknya. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 210, 1365 dst., 1377, 1917; BS.
27; BS. Chin. 29; BS. Ind. 24; BSCI. 28; S. 1904-279 pasal 13.)
1919. Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau
pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai
perkara perdata ke pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti rugi. (AB. 28
dst.; KUHPerd. 1365 dst., 1370 dst.; Sv. 169, 183.)
1920. Putusan hakim mengenai kedudukan hukum seseorang, yang dijatuhkan
terhadap orang yang menurut undang-undang berwenang untuk membantah tuntutan
itu, berlaku terhadap siapa pun. (KUHPerd. 15, 1917; Rv. 378.)
1921. Suatu persangkaan menurut undang-undang, membebaskan orang yang
diuntungkan persangkaan itu dari segala pembuktian lebih lanjut. Terhadap suatu
persangkaan menurut undang-undang tidak boleh diadakan pembuktian, bila
berdasarkan persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya
perbuatan-perbuatan tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka
pengadilan, kecuali bila undang-undang memperbolehkan pembuktian sebaliknya,
tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan hakim.
(KUHPerd. 150, 250 dst., 1394, 1439, 1916-1?, 1923, 1929; F. 41, 44; Aut. 4;
Octr. 6; Industr. 2; Coop. 10.)
1922. Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan
kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, yang dalam hal ini tidak boleh
memperhatikan persangkaan-persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang
demikian hanya boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian
dengan saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta
diajukan suatu bantahan dengan alasan adanya itikad buruk atau penipuan.
(KUHPerd. 1328, 1341, 1895; KUHD. 274; IR. 173; RBg. 310.)
Bab V
Pengakuan
1923. Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan
dalam sidang pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang pengadilan.
(KUHPerd. 1916-4?, 1925 dst., 1927, 1982; Sv. 383 dst., 387-4?; IR. 164, 174
dst., 307 dst., 311-4?.)
1924. Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang
yang memberikannya. Akan tetapi hakim berwenang untuk memisah-misahkan
pengakuan itu, bila pengakuan itu diberikan oleh debitur dengan mengemukakan
peristiwa-peristiwa yang ternyata palsu untuk membebaskan dirinya. (KUHPerd.
1923; IR. 176; RBg. 313.)
1925. Pengakuan yang diberikan di hadapan hakim, merupakan suatu bukti yang
sempurna terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan
perantaraan seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu. (KUHPerd. 1916-4?,
1921; Rv. 230 dst., 238, 256 dst., 825; IR. 174; RBg. 311.)
1926. Suatu pengakuan yang diberikan di hadapan hakim tidak dapat dicabut
kecuali bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan
mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan alasan terselubung yang
didasarkan atas kekeliruan dalam menerapkan hukum, pengakuan tidak dapat
dicabut. (KUHPerd. 1322, 1858 dst.)
1927. Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak
dapat digunakan untuk pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian dengan
saksi-saksi diizinkan. (KUHPerd. 1895 dst; Rv. 953-3.)
1928. Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang lalu, hakimlah yang menentukan
kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dikemukakan
di luar sidang pengadilan. (KUHPerd. 1906; Sv. 387 dst.; IR. 175; RBg. 312.)
Bab VI
Sumpah di hadapan
hakim
1929. Ada dua macam sumpah di hadapan hakim: 1?. sumpah yang diperintahkan
oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara:
sumpah ini disebut sumpah pemutus; (KUHPerd. 1930 dst., 1973; S. 1832-41; IR.
156; RBg. 314.) 2?. sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya
kepada salah satu pihak. (ISR. 173; AB. 14; KUHPerd. 1911, 1934, 1940 dst.,
1944 dst.; Rv. 52, 177; Sv. 139; IR. 147, 155, 265; RBg. 314.)
1930. Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun juga,
kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak boleh mengadakan suatu perdamaian
atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan. Sumpah pemutus dapat
diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan juga dalam hal tidak ada
upaya pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang
memerlukan pengambilan sumpah itu. (KUHPerd. 1569, 1602, 1700, 1852, 1921,
1925, 1927, 1941, 1973; Rv. 616, 825; IR. 156.)
1931. Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah
dilakukan sendiri oleh orang yang menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah
itu. (KUHPerd. 1929-1?, 1933, 1973; KUHPerd. 205, 228; F. 115 dst.; IR. 156.)
1932. Barangsiapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi enggan
mengangkatnya dan enggan mengembalikannya, dan barangsiapa memerintahkan
pengangkatan sumpah dan enggan mengangkatnya setelah sumpah itu dikembalikan
kepadanya, harus dikalahkan dalam tuntutan atau tangkisannya. (KUHPerd. 1943
dst.; Rv. 52: IR. 156; RBg. 314.)
1933. Bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah itu bukan perbuatan
kedua pihak, melainkan hanya suatu perbuatan pihak yang menggantungkan pemutusan
perkara pada sumpah itu, maka sumpah tidak dapat dikembalikan. (KUHPerd. 1931;
IR. 166.)
1934. Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan atau diterima,
selain oleh pihak yang berperkara sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa
khusus untuk itu. (KUHPerd. 1945; IR. 157.)
1935. Barangsiapa telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah, tidak
dapat mencabut perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah menyatakan bersedia
mengangkatnya. (KUHPerd. 1926.)
1936. Bila sumpah pemutus sudah diangkat, entah oleh pihak yang
diperintahkan melakukan sumpah itu, atau oleh pihak yang kepadanya dikembalikan
sumpah itu, maka pihak lawan tidak boleh membuktikan kepalsuan sumpah itu. (IR.
177; RBg. 314; KUHP 242.)
1937. Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk keuntungan atau untuk
kerugian orang yang telah memerintahkan atau mengembalikannya, serta para ahli
warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka. (KUHPerd. 1340, 1857;
RBg. 314.)
1938. Namun demikian, dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, seorang
debitur yang diperintahkan bersumpah oleh salah seorang kreditur dan mengangkat
sumpahnya, hanya dibebaskan untuk jumlah yang tidak lebih daripada bagian
kreditur tersebut. Sumpah yang diangkat oleh debitur utama, membebaskan para
penanggung utang. (KUHPerd. 1279, 1424, 1437, 1442; 1847, 1857, 1937.)
1939. Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur utama menguntungkan
orang-orang yang turut berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh penanggung
utang menguntungkan debitur utama, jika dalam kedua hal tersebut sumpah itu
telah diperintahkan atau dikembalikan, tetapi hanya mengenai utang itu sendiri,
dan bukan mengenai pokok perikatan tanggung-menanggung atau penanggungannya.
(KUHPerd. 1280 dst., 1287, 1424, 1437, 1442; 1847, 1857, 1937 dst.)
1940. Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang
berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan
perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan. (KUHPerd. 1569,
1602, 1882, 1942; F. 31; Rv. 52; IR. 155; RBg. 314.)
1941. Ia dapat berbuat demikian hanya dalam dua hal: 1?. jika tuntutan
maupun tangkisan itu tidak terbukti dengan sempurna; 2?. jika tuntutan maupun
tangkisan itu juga tidak samasekali tak dapat dibuktikan. (KUHPerd. 1905, 1922;
IR. 155, 169, 173:)
1942. Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tidak dapat
diperintahkan hakim kepada penggugat, kecuali bila harga itu tidak dapat
ditentukan dengan cara apa pun selain dengan sumpah. Bahkan dalam hal yang
demikian hakim harus menetapkan sampai sejauh mana penggugat dapat dipercaya
berdasarkan sumpahnya itu. (Rv. 52; IR. 155.)
1943. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak yang
berperkara, tak dapat dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya.
(KUHPerd. 1932.)
1944. Sumpah harus diangkat di hadapan hakim yang memeriksa perkaranya.
Jika ada suatu halangan sah yang menyebabkan hal ini tidak dapat dilaksanakan,
maka majelis pengadilan dapat menguasakan salah seorang hakim-anggotanya agar
pergi ke rumah atau tempat kediaman orang yang harus mengangkat sumpah untuk
mengambil sumpahnya. Jika dalam hal yang demikian itu rumah atau tempat
kediaman itu terlalu jauh, atau terletak di luar daerah hukum majelis pengadilan
itu, maka majelis ini dapat memerintahkan pengambilan sumpah kepada hakim atau
kepala pemerintahan yang di daerah hukumnya terletak rumah atau tempat kediaman
orang yang diwajibkan mengangkat sumpah. (RO. 33; KUHPerd. 1023; Rv. 52; IR.
158.)
1945. Sumpah harus diangkat sendiri. Jika ada alasan-alasan penting, hakim
boleh mengizinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan
perantaraan seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta
otentik. Dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus
diucapkan itu secara lengkap dan tepat. Tiada sumpah yang boleh diangkat tanpa
kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini dipanggil secara sah.
(KUHPerd. 1793, 1934; F. 115 dst.; IR. 157 dst.)
Bab VII
Kedaluwarsa
Bagian 1
Kedaluwarsa pada umumnya
1946. Kedaluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau
suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu
tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam
undang-undang. (Ov. 47; KUHPerd. 584, 1381, 1963, 1967 dst.; Sv. 401 dst.)
1947. Seseorang tidak boleh melepaskan kedaluwarsa sebelum tiba waktunya,
tetapi boleh melepaskan suatu kedaluwarsa yang telah diperolehnya. (AB. 23;
KUHPerd. 1063, 1949.)
1948. Pelepasan kedaluwarsa dapat dilakukan secara tegas atau secara
diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang
menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang
telah diperolehnya. (KUHPerd. 1359, 1382.)
1949. Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu, juga tidak
boleh melepaskan kedaluwarsa yang diperolehnya. (KUHPerd. 1330, 1448.)
1950. Hakim, karena jabatannya, tidak boleh menggunakan kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1454, 1520; Rv. 50; Sv. 407; IR. 371; S. 1882-280; S. 1892-159;
Decentr. 22.)
1951. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya
kedaluwarsa, bahkan pada tingkat banding pun. (Rv. 136, 249, 323.)
1952. Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan
kedaluwarsa yang dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi
hak kreditur atau orang lain tersebut. (KUHPerd. 1341.)
1953. Seseorang tidak dapat menggunakan kedaluwarsa untuk memperoleh hak
milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan. (KUHPerd. 521
dst., 537.)
1954. Pemerintah yang mewakili negara, kepala pemerintahan daerah yang
bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum, tunduk pada kedaluwarsa
sama seperti orang perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang
sama.
1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya kedaluwarsa,
seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuatu itu dengan menguasainya
secara terus-menerus dan tidak terputus-putus, secara terbuka di hadapan umum,
dan secara tegas. (KUHPerd. 529 dst., 543 dst., 548, 560, 1957, 1959, 1963,
1978.)
1956. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau perbuatan
membiarkan begitu saja, tidaklah menimbulkan suatu besit yang dapat membuahkan
kedaluwarsa. (KUHPerd. 557, 1323 dst., 1963.)
1957. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa
ia menguasainya sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang
waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang
sebaliknya. (KUHPerd. 534 dst., 560, 566, 1916.)
1958. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk kedaluwarsa, dapatlah
seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya
orang yang lebih dahulu berkuasa, dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak
peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas-hak umum maupun
dengan alas-hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.(KUHPerd. 541,
833, 955, 1314, 1318, 1955, 1960.)
1959. Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula para
ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan kedaluwarsa,
berapa lama pun waktu yang telah lewat. Demikian pula seorang penyewa, seorang
penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu
barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat memperoleh
barang itu dengan jalan kedaluwarsa. (KUHPerd. 535, 540, 556, 756 dst., 1548
dst., 1694 dst.)
1960. Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak
milik dengan jalan kedaluwarsa, jika alas-hak besit mereka telah berganti, baik
karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga, maupun karena pembantahan
yang mereka lakukan terhadap hak pemilik. (KUHPerd. 535 dst.; 1955, 1961.)
1961. Mereka yang telah menerima suatu barang, yang diserahkan dengan
alas-hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan dan
orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan
pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1955, 1963.)
1962. Kedaluwarsa dihitung menurut hari, bukan menurut jam. Kedaluwarsa itu
diperoleh bila hari terakhir dari jangka-waktu yang diperlukan telah lewat.
(KUHPerd. 1181; KUHD 135 dst.)
Bagian 2
Kedaluwarsa sebagai suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu
1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak,
suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk,
dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan
jalan kedaluwarsa. Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama
tiga puluh tahun, memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan
alas-haknya. (KUHPerd. 506 dst., 511-2?, 531, 548-2?, 550, 584, 610, 613, 695,
699, 1955, 1964 dst., 1977.)
1964. Suatu tanda alas-hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya,
tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu kedaluwarsa selama dua puluh tahun.
(KUHPerd. 1963.)
1965. Itikad baik harus dianggap selalu ada, dan barangsiapa mengajukan
tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya. (KUHPerd. 533, 1328,
1916.)
1966. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik sudah
ada. (KUHPerd. 531, 1958, 1963.)
Bagian 3
Kedaluwarsa sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban
1967. Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang
bersifat perorangan, hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh
tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya kedaluwarsa itu, tidak usah
menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan
yang didasarkan pada itikad buruk. (Ov. 47; KUHPerd. 58, 269, 414, 750, 835,
1039, 1062, 1066, 1068, 1110, 1116, 1381, 1968 dst., 1973, 1993; KUHD 95, 168a,
169, 228a, 229, 229k, 741 dst.; Rv. 102; S. 1832-41.)
1968. (s. d. u. dg. S. 1926-335 jis. 458 dan 565.) Tuntutan para ahli dan
pengajar dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang
mereka berikan dalam tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih pendek; tuntutan
para pengusaha rumah penginapan dan rumah makan, untuk pemberian penginapan
serta makanan; (KUHPerd. 1139-6?; 1147.) tuntutan para buruh yang upahnya harus
dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah lewat waktu yang kurang dari
satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah
itu menurut pasal 1602q; semua tuntutan ini kedaluwarsa dengan lewatnya waktu
satu tahun. (KUHPerd. 750, 1139-5?, 1147, 1602 1, 1976; KUHD 741.)
1969. (s. d. u. dg. S. 1926-335 jis. 458 dan 565.) Tuntutan para dokter dan
ahli obat-obatan, untuk kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan,
perawatan dan pemberian obat-obatan; (KUHPerd. 1149-3?.) tuntutan para juru
sita, untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas
yang diperintahkan kepada mereka; (Rv. 99.) tuntutan para pengelola
sekolah-berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya; begitu pula
tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
(KUHPerd. 1149-6?.) tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam
pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut
pasal 1602q; (KUHPerd. 1149-4?.) semuanya kedaluwarsa dengan lewatnya waktu dua
tahun.
1970. Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan para
pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena kedaluwarsa
dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari
tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya
kuasa pengacara itu. Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka
menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh
tahun. Tuntutan para notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka,
kedaluwarsa juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari
dibuatnya akta yang bersangkutan. (KUHPerd. 1974; KUHD 745; Rv. 99.)
1971. (s. d. u. dg. S. 1938-276.) Tuntutan para tukang kayu, tukang batu
dan tukang lain untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah
mereka; (KUHPerd. 1139-8?, 1147, 1604, 1968.) tuntutan para pengusaha toko
untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan, sekadar tuntutan ini
mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap debitur;
(KUHPerd. 1149-5?, 1882.) semua itu kedaluwarsa dengan lewatnya waktu lima
tahun. (KUHPerd. 750; 742.)
1972. Kedaluwarsa yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu terjadi,
meskipun seseorang terus melakukan penyerahan, memberikan jasa dan menjalankan
pekerjaannya. Kedaluwarsa itu hanya berhenti berjalan, bila dibuat suatu
pengakuan utang tertulis, atau bila kedaluwarsa dicegah menurut pasal 1979 dan
1980. (KUHPerd. 1973, 1981.)
1973. Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan kedaluwarsa yang
disebut dalam pasal 1968, 1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut supaya mereka
yang menggunakan kedaluwarsa itu bersumpah bahwa utang mereka benar-benar telah
dibayar. Kepada para janda dan para ahli waris, atau jika mereka yang disebut
terakhir ini belum dewasa, kepada para wali mereka, dapat diperintahkan sumpah
untuk menerangkan bahwa mereka tidak tahu tentang adanya utang yang demikian. (KUHPerd.
330, 1882, 1930, 1976; KUHD 747.)
1974. Para hakim dan pengacara tidak bertanggung jawab atas penyerahan
surat-surat setelah lewat waktu lima tahun sesudah pemutusan perkara. Para juru
sita dibebaskan dari pertanggungjawaban tentang hak itu setelah lewat waktu dua
tahun, terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta yang
ditugaskan kepada mereka. (KUHPerd. 1969 dst.)
1975. Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak-hidup; (KUHPerd. 1770, 1775.)
bunga atas tunjangan tahunan untuk pemeliharaan; (KUHPerd. 321 dst., 1429-3?.)
harga sewa rumah dan tanah; (KUHPerd. 1139-2?, 1140 dst.) bunga atas uang
pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun atau
tiap waktu tertentu yang lebih pendek; (KUHPerd. 1250, 1515, 1586, 1765 dst.)
semua itu kedaluwarsa setelah lewat waktu lima tahun.
1976. Kedaluwarsa yang diatur pada pasal 1968 dan seterusnya dalam bab ini,
berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah
pengampuan; hal ini tidak mengurangi tuntutan mereka akan ganti-rugi terhadap
para wali atau para pengampu mereka, (KUHPerd. 1987; Octr. 539.)
1977. Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau
piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.
(s. d. u. dg. S. 1917-497.) Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau
kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari
barang itu hilang atau dicuri, dapatlah menuntut supaya barang yang hilang atau
dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut
terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu
kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan pasal 582. (KUHPerd. 471, 509 dst.,
511-2?, 550, 555, 574, 613, 1152, 1429-1?, 1470, 1702, 1963; KUHD 3144, 555,
568f, 7493; Rv. 70 dst., 535 dst.; S. 1860-64 jo. S. 1892-155; S. 1948-266
pasal 2.)
Bagian 4
Sebab-sebab yang mencegah kedaluwarsa
1978. Kedaluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih
dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya
semula maupun oleh pihak ketiga. (KUHPerd. 545, 558, 565 dst., 1955.)
1979. Kedaluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan,
dan tiap perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan
dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang
hendak dicegah memperoleh kedaluwarsa itu. (KUHPerd. 1983; Rv. 1, 275; F. 35.)
1980. Gugatan di muka hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah kedaluwarsa.
(Rv. 130.)
1981. Namun kedaluwarsa tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut
atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah
karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat lewatnya waktunya. (Rv. 92 dst.,
271 dst., 273 dst.)
1982. Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya kedaluwarsa berjalan,
yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang
menguasainya atau oleh debitur, juga mencegah kedaluwarsa. (KUHPerd. 1390, 1397
dst., 1766, 1892, 1972.)
1983. Pemberitahuan menurut pasal 1979 kepada salah seorang debitur dalam
perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah
kedaluwasa terhadap para debitur lainnya, bahkan pula terhadap para ahli waris
mereka. (KUHD 1701, 271 dst.) Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang
debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan ahli waris
tersebut, tidaklah mencegah kedaluwarsa terhadap para ahli waris debitur
lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli
waris tersebut. Dengan pemberitahuan atau pengakuan ini kedaluwarsa terhadap
para debitur lain itu tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli
waris tersebut. Untuk mencegah kedaluwarsa seluruh utang terhadap para debitur
lainnya, perlu ada suatu pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu
pengakuan dari semua ahli waris itu. (KUHPerd. 1280, 1298, 1300-1?, 1301.)
1984. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama pengakuan yang
diberikan oleh debitur utama mencegah kedaluwarsa terhadap penanggung utang.
(KUHPerd. 1845; KUHD 1701, 229a1.)
1985. Pencegahan kedaluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang kreditur
dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.
(KUHPerd. 1979.)
Bagian 5
Sebab-sebab yang menangguhkan kedaluwarsa
1986. Kedaluwarsa berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang
dikecualikan oleh undang-undang. (KUHPerd. 269, 387, 670, 710, 1954, 1987 dst.)
1987. Kedaluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap
anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan,
kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. (KUHPerd. 330, 424 dst.,
452, 1522, 1976; KUHD 170, 229a; Rv. 274, 336.)
1988. Kedaluwarsa tidak dapat terjadi di antara suami-istri. (KUHD 170,
229a.)
1989. Kedaluwarsa tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada
dalam status perkawinan: 1?. bila tuntutan si istri tidak dapat diteruskan,
kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya.
(KUHPerd. 132 dst.) 2?. bila si suami, karena menjual barang milik pribadi si
istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan tuntutan si
istri harus ditujukan kepada si suami. (KUHPerd. 105, 1492 dst.; Rv. 70 dst.)
1990. Kedaluwarsa tidak berjalan: terhadap piutang yang bersyarat, selama
syarat ini tidak dipenuhi; (KUHPerd. 1261, 1263.) dalam hal suatu perkara untuk
menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang
yang bersangkutan kepada orang lain; (KUHPerd. 1491 dst.; Rv. 70 dst.) terhadap
suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama
hari itu belum tiba. (KUHPerd. 387, 1268 dst.)
1991. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan
hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan
kedaluwarsa mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan. (KUHPerd.
1030, 1032-2?, 1050; Rv. 337, 697.) Kedaluwarsa berlaku terhadap suatu warisan
yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu. (KUHPerd. 1126 dst.,
1986.)
1992. Kedaluwarsa itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan
perundingan mengenai warisannya. (KUHPerd. 1023 dst.; Rv.-337.)
Ketentuan Penutup
1993. Kedaluwarsa yang sudah mulai berjalan sebelum Kitab Undang-undang
Hukum Perdata ini diundangkan, harus diatur menurut undang-undang yang pada
saat itu berlaku di Indonesia. (Ov. 54; AB. 2; S. 1829-86, S. 1832-41; S.
1867-110.) Namun kedaluwarsa demikian yang menurut perundang-undangan lama
masih membutuhkan waktu selama lebih dari tiga puluh tahun, terhitung sejak
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diundangkan, akan terpenuhi dengan
lewatnya waktu tiga puluh tahun itu. (Sv. 408; S. 1850-:3.)